Minggu, 13 Februari 2011

Renungan Penyerangan Ahmadiyah: "Sebuah Tragedi, Lemahnya Pemahaman Esensi Beragama dan Pembodohan Terorganisir"

Baru saja kita melihat hancurnya tatanan sosial di tengah masyarakat kita yang notabene dikenal sebagai masyarakat yang beretika dan menjunjung tinggi nilai moralitas  yang dalam hal ini berkaitan dengan keyakinan atau agama.  Sebagai salah satu hak asasi yang melekat pada setiap manusia semenjak lahir adalah hak untuk memilih sebuah keyakinan. Secara naluri manusia membutuhkan sebuah keyakinan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan, entah itu dikatakan sebagai agama atau apapun namanya.  Dan sebuah keyakinan tidak dapat dikatakan salah atau menyimpang jikalau tidak menimbulkan kerusakan dan merugikan diri sendiri, orang lain dan alam semesta. 

Adanya perbedaan keyakinan dan kepercayaan yang dianut oleh setiap orang biasanya dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti latar belakang/keturunan, lingkungan dan tingkat pengetahuan seseorang. Sehingga perbedaan keyakinan tidak bisa bisa dipaksakan walaupun dengan ancaman dan kekerasan. Perbedaan itu seharusnya kita jadikan sebagai media introspeksi dan perbaikan diri bukan menjadikan jurang pemisah bahkan sebagai hal yang mengancam. Perbedaan adalah sebuah rahmat dan media untuk menggali berbagai pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Perbedaan adalah hukum alam yang tidak bisa kita ingkari.
 
Perlunya Keseimbangan Hubungan Vertikal dan Horisontal

Namun, di tengah perbedaan kepercayaan dan keyakinan sebenarnya sama-sama mengajarkan tentang hubungan horisontal dan vertikal, hubungan terhadap sesama dan hubungan ke Tuhan Sang Pencipta.  Dan tidak ada satupun keyakinan (agama) yang mengajarkan selain kebaikan. Adanya kejadian ajaran menyimpang kita harus jeli dan tidak terburu-buru memvonis, ajaran yang salah. Alangkah bijaknya jika kita saling melapangkan dada dan belajar memahami dengan kepala dingin.

Terhadap penyerangan anggota Ahmadiyah yang di nilai sebagai aliran sesat, ada baiknya kita kembali pada pokok ajaran keyakinan masing-masing. Di mana sikap menghargai perbedaan keyakinan Ahmadiyah dengan keyakinan/agama pada umumnya menjadi mutlak. Esensinya adalah, perbedaan adalah sebuah rahmat dan sumber hikmah. Di mana dengan perbedaan tersebut kita bisa menggali nilai-nilai kemanusiaan dan nilai ke-Tuhan-an yang bisa menjadikan kita pribadi yang bijak dan tidak mudah terprovokasi menganggap keyakinan yang berbeda dengan yang kita anut adalah ajaran sesat.

Dan bukan bermaksud berpihak pada salah satu keyakinan, bahwa sebenarnya masih banyak hal penting yang harusnya menjadi perhatian kita semua.  Lebih bijaknya  jika kita lebih memperdalam pemahaman keyakinan yang kita anut, membekali diri  dan keluarga kita dengan nilai sosial, moral dan etika antar sesama, sehingga ada keseimbangan hubungan vertikal dan horisontal. Membentengi diri dan keluarga dari ancaman "pembodohan terorganisir" pihak-pihak yang mencoba mengadu domba umat Islam dan mengambil manfaat di dalamnya, menjadi hal yang sangat urgent dan tidak bisa ditunda lagi. (Malang, 13 Februari 2011)

2 komentar:

med tech mengatakan...

mantaf benar informasinya...
http://gripworldnews.blogspot.com/2011/02/red-wine-and-dark-chocolate-show-real.html

omyus mengatakan...

ber-agama, tidak perlu di konfirmasi atau apalagi sampai dikonfrontasi..!
- bagi ane ya agama ane, bagi ente ya agama ente..plis deh.. hahaha!
- sekali lagi TUHAN hanya "diam' saja kok..tdk peduli kendaraan apa, lewat jalan mana, sekali lagi semua ya tujuannya 1 iya kan....
- yg namanya Tuhan, membekali kita, manusia, dgn pikiran...yakni pelopor..lha kalo mau, kenapa ndak dari dulu Tuhan bikin semesta ini lsg aja "straight"...ya kan