Jumat, 20 Agustus 2010

Bolehkan Mengeluarkan Zakat Fitrah Menggunakan Uang Menurut Hukum Islam dan Pendapat Ulama?

Bulan Ramadhan ini merupakan bulan yang teramat sangat istimewa, bulan yang begitu membawa berkah bagi kita umat muslim.  Salah satu berkah yang mungkin bisa kita rasakan adalah keinginan kita untuk semakin mengetahui berbagai hal yang menyangkut keutamaan dan hal-hal yang berkaitan dengan puasa, sehingga tohitem bisa berbagi informasi yang sangat bermanfaat ini (hasil  dari berkelana di dunia maya milik mbah Google) .
Setelah mengupas boleh tidaknya berhubungan suami istri di bulan puasa,  manfaat puasa dan hidup hemat, mudik hemat dan sederhana kali ini tohitem akan berbagi dan mencoba mengulas mengenai kewajiban membayar zakat fitrah.

Pengertian Zakat Fitrah


Zakat Fitrah diwajibkan atas setiap muslim, baik merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, sebagaimana pernyataan shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma: ”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam  telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak 1 sha` kurma atau 1 sha` sya’ir (gandum), (dan diwajibkan) baik atas orang merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun perempuan, dewasa ataupun anak-anak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Takaran Zakat Fitrah adalah 1 (satu) sha` (2,5kg). Sebagian ulama berpendapat 1 sha` sama dengan 3 kg makanan pokok, seperti beras. Kewajiban membayar zakat fitrah setelah berpuasa itu ternyata mempunyai manfaat yang luar biasa dan sebagai penyempurna puasa kita, manfaat zakat fitrah yang utama adalah:
1.         Sebagai pembersih atau penyuci jiwa orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan yang keji.
2.         Sebagai subsidi makanan bagi orang-orang miskin

Bolehkah Membayar dan Mengeluarkan Zakat Fitrah Menggunakan Uang?


Mungkin sebagian kita yang masih awam tentang agama biasa berpikir secara praktis dan tidak mau repot, sehingga kita dalam membayar dan mengeluarkan zakat fitrah berbentuk uang. Ternyata menurut mayoritas ulama bahwa pembayaran zakat fitri dengan uang tidaklah tepat. 
Berikut ini tohitem akan berikan beberapa pendapat ulama mengenai hukum mengeluarkan zakat fitrah menggunakan uang (Sumber: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/mengeluarkan-zakat-fitri-dengan-uang.html)

Inilah pendapat mayoritas ulama mengenai hukum boleh tidaknya mengeluarkan zakat dalam bentuk uang:
Pendapat yang membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang:

Ulama yang berpendapat demikian adalah Umar bin Abdul Aziz, Al Hasan Al Bashri, Atha’, Ats Tsauri, dan Abu Hanifah.
Diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri bahwasanya beliau mengatakan: “Tidak mengapa memberikan zakat fitri dengan dirham.”
Diriwayatkan dari Abu Ishaq, beliau mengatakan: “Aku menjumpai mereka (Al Hasan dan Umar bin Abdul Aziz) sementara mereka menunaikan zakat Ramadhan  (zakat fitri) dengan beberapa dirham yang senilai bahan makanan.”
Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah, bahwasanya beliau menunaikan zakat fitri dengan waraq (dirham dari perak).

Pendapat yang melarang pembayaran zakat fitri dengan uang:

Pendapat ini merupakan pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Mereka mewajibkan pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan dan melarang membayar zakat dengan mata uang.  Di antara ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah Imam Malik, Imam As Syafi’i, dan Imam Ahmad. Bahkan Imam Malik & Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah membayar zakat fitri mengunakan mata uang. Berikut nukilan perkataan mereka:

Perkataan Imam Malik
Imam Malik mengatakan: “Tidak sah seseorang yang membayar zakat fitri dengan mata uang apapun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.” (Al Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik juga mengatakan: “Wajib menunaikan zakat fitri satu sha’ bahan makanan yang umum di negeri tersebut pada tahun itu (tahun pembayaran zakat fitri).” (Ad Din Al Khas)
Perkataan Imam Asy Syafi’i
Imam Asy Syafi’i mengatakan: “Wajib dalam zakat fitri dengan satu sha’ dari umumnya bahan makanan di negeri tersebut pada tahun tersebut.” (Ad Din Al Khas)
Perkataan Imam Ahmad
Al Khiraqi mengatakan: “Siapa yang menunaikan zakat menggunakan mata uang maka zakatnya tidak sah.” (Al Mughni Ibn Qudamah)
Abu Daud mengatakan: “Imam Ahmad ditanya tentang pembayaran zakat mengunakan dirham, beliau menjawab: “Aku khawatir zakatnya tidak diterima, karena menyelisihi sunnah Rasulullah.” (Masail Abdullah bin Imam Ahmad, dinukil dalam Al Mughni 2/671).
Dari Abu Thalib, bahwasanya Imam Ahmad kepadaku: “Tidak boleh memberikan zakat fitri dengan nilai mata uang.” Kemudian ada orang berkomentar kepada Imam Ahmad: “Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz membayar zakat menggunakan mata uang.” Imam Ahmad marah dengan mengatakan: “Mereka meninggalkan hadis Nabi dan berpendapat dengan perkataan fulan. Padahal Abdullah bin Umar mengatakan: “Rasulullah mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma, atau satu sha’ gandum.” Allah juga berfirman: “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.” Ada beberapa orang yang menolak sunnah dan mengatakan: fulan ini berkata demikian, fulan itu berkata demikian.” (Al Mughni Ibn Qudamah 2/671)

Dlahir madzhab Imam Ahmad bahwasanya beliau berpendapat tidak sah-nya membayar zakat fitri dengan nilai mata uang.

Beberapa Pendapat dan Perkataan Ulama lainnya:

- Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan: “Allah mewajibkan pembayaran zakat fitri dengan bahan makanan sebagaimana Allah mewajibkan pembayaran Kaffarah  dengan bahan makanan.” (Majmu’ Fatawa)
- Taqiyuddin Al Husaini As Syafi’i, Penulis kitab Kifayatul Akhyar (kitab fiqh madzhab Syafi’i) mengatakan: “Syarat sah-nya pembayaran zakat fitri harus berupa biji (bahan makanan). Tidak sah menggunakan mata uang, tanpa ada perselisihan dalam masalah ini.” (Kifayatul Akhyar 1/195)
- An Nawawi mengatakan: “Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat tidak boleh membayar zakat fitri menggunakan uang kecuali dalam keadaan darurat.” (Al Majmu’)
- An Nawawi mengatakan: “Tidak sah membayar zakat fitri dengan mata uang menurut madzhab kami. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Malik, Ahmad dan Ibnul Mundzir.” (Al Majmu’)
- As Syaerazi As Syafi’i mengatakan: “Tidak boleh menggunakan nilai mata uang untuk zakat. Karena kebenaran adalah milik Allah. Dan Allah telah mengkaitkan zakat sebagaimana yang Dia tegaskan (dalam firmannya), maka tidak boleh mengganti hal itu dengan selainnya. Sebagaimana berqurban, ketika Allah kaitkan hal ini dengan binatang ternak maka tidak boleh menggantinya dengan selain binatang ternak.” (Al Majmu’)
- Ibn Hazm mengatakan: “Tidak boleh menggunakan uang yang senilai (dengan zakat) sama sekali. Juga, tidak boleh mengeluarkan satu sha’ campuran dari beberapa bahan makanan, sebagian gandum dan sebagian kurma. Tidak sah membayar dengan nilai mata uang sama sekali. Karena semua itu tidak diwajibkan (diajarkan) Rasulullah” (Al Muhalla bi Al Atsar 3/860)
- As Syaukani berpendapat tidak bolehnya menggunakan mata uang kecuali jika tidak memungkinkan membayar zakat dengan bahan makanan.” (As Sailul Jarar 2/86)

Di antara ulama abad ini yang mewajibkan membayar dengan bahan makanan adalah Syaikh Ibn Baz, Syaikh Ibn Al Utsaimin, Syaikh Abu Bakr Al Jazairi dan yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa zakat fitri tidak boleh dibayarkan dengan selain makanan dan tidak boleh menggantinya dengan mata uang, kecuali dalam keadaan darurat. Karena tidak terdapat riwayat bahwa Nabi mengganti bahan makanan dengan mata uang. Bahkan tidak dinukil dari seorang pun sahabat bahwa mereka membayar zakat fitri dengan mata uang. (Minhajul Muslim 251)

Dalil-dalil asing-masing Pihak

Dalil ulama yang membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang.


Dalil riwayat yang disampaikan adalah pendapat Umar bin Abdul Aziz dan Al Hasan Al Bashri. Sebagian ulama menegaskan bahwa mereka tidak memiliki dalil nash (al Qur’an, Al Hadis, atau perkataan sahabat) dalam masalah ini.

Istihsan (menganggap lebih baik)
Mereka menganggap mata uang itu lebih baik dan lebih bermanfaat untuk orang miskin dari pada bahan makanan.

Dalil dan alasan ulama yang melarang pembayaran zakat dengan mata uang.

Pertama
, riwayat-riwayat yang menegaskan bahwa zakat fitri harus dengan bahan makanan.

1. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering…” (HR. Al Bukhari & Muslim)

2. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, ……sebagai makanan bagi orang miskin…” (HR. Abu Daud & dihasankan Syaikh Al Albani)

3. Dari Abu Said Al Khudzri radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: “Dulu kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ keju atau stu sha’ anggur kering.” (HR. Al  Bukhari & Muslim)

4. Abu Sa’id Al Khudzri radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Dulu, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian Abu Sa’id mengatakan: “Dan makanan kami dulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (Aqith), dan kurma.” (HR. Al Bukhari 1439)

5. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadhan  (zakat fitri). Kemudian datanglah seseorang mencuri makanan, lalu aku berhasil menangkapnya….dst.” (HR. Al Bukhari 2311)

Kedua, alasan para ulama yang melarang pembayaran zakat dengan mata uang.

1. Zakat fitri adalah ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya.

Termasuk yang telah ditetapkan dalam masalah zakat fitri adalah jenis, takaran, waktu pelaksanaan, dan tata cara pelaksanaan. Seseorang tidak boleh mengeluarkan zakat fitri selain jenis yang telah ditetapkan, sebagaimana tidak sah membayar zakat di luar waktu  yang ditetapkan.

Imam Al Haramain Al Juwaini As Syafi’i mengatakan: “Bagi Madzhab kami, sandaran yang dipahami bersama dalam masalah dalil, bahwa zakat termasuk bentuk ibadah kepada Allah. Dan semua yang merupakan bentuk ibadah maka pelaksanaannya adalah mengikuti perintah Allah.” Kemudian beliau membuat permisalan: “Andaikan ada orang yang mengatakan kepada utusannya (wakilnya): “‘Beli pakaian!’ sementara utusan ini tahu bahwa tujuan majikannya adalah berdagang, kemudian utusan ini melihat ada barang yang lebih manfaat bagi majikannya (dari pada pakaian), maka sang utusan ini tidak berhak menyelisihi perintah majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih manfaat dari pada apa yang diperintahkan. (jika dalam masalah semacam ini saja wajib ditunaikan sebagaimana amanah yang diberikan, pen.) maka apa yang Allah wajibkan melalui perintahNya lebih layak untuk diikuti.”

Harta yang ada di tangan kita semuanya adalah harta Allah. Posisi manusia hanyalah sebagaimana wakil. Sementara wakil tidak berhak untuk bertindak diluar yang diperintahkan. Jika Allah memerintahkan kita untuk memberikan makanan kepada fakir miskin, namun kita selaku wakil justru memberikan selain makanan, maka sikap ini termasuk di antara bentuk pelanggaran yang layak untuk mendapatkan hukuman. Dalam masalah ibadah, termasuk zakat, selayaknya kita kembalikan sepenuhnya kepada aturan Allah. Jangan sekali-sekali melibatkan campur tangan akal dalam masalah ibadah. Karena kewajiban kita adalah taat sepenuhnya.

Oleh karena itu, membayar zakat fitri dengan uang berarti menyelisihi ajaran Allah dan RasulNya. Dan sebagaimana telah diketahui bersama, menunaikan ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya adalah ibadah yang tertolak.

2. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham.

Namun yang beliau praktekan bersama para sahabat adalah membayarkan zakat fitri menggunakan bahan makanan dan bukan menggunakan dinar atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling paham akan kebutuhan umatnya, dan paling kasih sayang terhadap fakir miskin, bahkan paling kasih sayang kepada seluruh umatnya. Allah berfirman tentang beliau, yang artinya:

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,  amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Qs. At Taubah: 128)

Siapakah yang lebih memahami cara untuk mewujudkan belas kasihan melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Siapakah yang lebih paham tentang kebutuhan umat yang dicintainya melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sebut saja misalnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu perasaan orang lain. Tapi, bukankah Allah maha tahu? Maka sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui wahyu Allah ta’ala adalah bukti akan kasih sayang dan ilmu Allah kepada hambaNya.

3. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis bahan makanan, beliau tidak memberi kesimpulan: “…atau yang senilai dengan itu semua itu…” Jika dibolehkan mengganti bahan makanan dengan uang tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya. Karena beliau adalah orang yang sangat pemurah terhadap ilmu agama. Tidak mungkin hal itu akan beliau diamkan sementara ini adalah perkara agama yang penting.

Dalam masalah ini terdapat satu kaidah fiqh yang patut untuk diperhatikan:
“Tidak ada penjelasan (didiamkan) untuk masalah yang harusnya diberi keterangan menunjukkan makna pembatasan.”

Kaidah ini disebutkan oleh Shidddiq Hasan Khan dalam Ar Raoudlah An Nadiyah. Berdasarkan kaidah ini, seringkali Ibn Hazm ketika menyebutkan sesuatu yang tidak ada dalilnya, beliau mengutip ayat Allah:
“Tidaklah Tuhanmu pernah lupa.” (Qs. Maryam: 64)

Maka diamnya Allah ta’ala atau diamnya Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak menyebutkan bolehnya membayar zakat menggunakan uang, tidaklah karena Allah atau RasulNya itu lupa. Maha Suci Allah dari sifat lupa. Namun ini menunjukkan bahwa hukum tersebut dibatasi dengan apa yang Allah jelaskan. Sedangkan, selain apa yang telah Allah dan RasulNya jelaskan tidak termasuk dalam ajaran yang Allah tetapkan.

Oleh karena itu, jika telah diketahui bahwasanya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ada dinar dan dirham, sementara beliau tidak pernah menggunakan mata uang tersebut untuk membayar zakat fitri beliau, demikian pula, beliau tidak pernah memerintahkan atau mengajarkan para sahabat untuk membayar zakat fitri dengan mata uang, maka ini menunjukkan tidak bolehnya membayar zakat fitri menggunakan mata uang. Karena mata uang untuk pembayaran zakat fitri tidak pernah dijelaskan oleh Allah dan RasulNya. Dan sekali lagi, Allah dan RasulNya tidaklah lupa.

4. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis bahan makanan dengan ukuran satu sha’ untuk pembayaran zakat fitri.

Sementara telah dipahami bersama bahwa harga masing-masing berbeda. Satu sha’ gandum jelas berbeda harganya dengan satu sha’ kurma. Demikian pula, satu sha’ anggur kering jelas berbeda harganya dengan satu sha’ keju (aqith). Padahal, jenis-jenis bahan makanan itulah yang digunakan oleh sahabat untuk membayar zakat fitri.

Lantas, dengan bahan makanan yang manakah yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan nilai mata uang?

An Nawawi mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa bahan makanan yang harganya berbeda. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan pembayaran zakat fitri untuk semua jenis makanan sebanyak satu sha’. Maka ini menunjukkan bahwa yang dijadikan acuan adalah ukuran sha’ bahan makanan dan tidak melihat harganya.” (Syarh Muslim)

Ibnul Qashar mengatakan: “Menggunakan mata uang adalah satu hal yang tidak memiliki alasan. Karena harga kurma dan harga gandum itu berbeda.” (Syarh Shahih Al Bukhari Ibn Batthal)

Mari kita perhatikan perkataan Abu Sa’id Al Khudzri radhiallahu ‘anhu: “Dulu, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian Abu Sa’id mengatakan: “Dan makanan kami dulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (aqith), dan kurma.” (HR. Al Bukhari 1439)

Penegasan Abu Sa’id: “Dulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam….” menunjukkan hukum dan ajaran yang disampaikan Abu Said statusnya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kerena kejadian yang dilakukan para sahabat radhiallahu ‘anhu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lebih-lebih dalam masalah ibadah seperti zakat, dapat dipastikan bahwa hal itu terjadi di bawah pengawasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan persetujuan beliau. Demikian yang dijelaskan oleh Al Hafidz Ibn Hajar.

Kemudian Al Hafidz Ibn Hajar memberikan keterangan untuk perkataan Abu Said Al Khudzri tersebut: “Semua bahan makanan yang disebutkan dalam hadis Abu Said Al Khudzri, ketika cara membayarnya menggunakan ukuran yang sama (yaitu semuanya satu sha’, pen.), sementara harga masing-masing berbeda, ini menunjukkan bahwasanya yang menjadi prosedur zakat adalah membayarkan seukuran tersebut (satu sha’) dari bahan makanan apapun.” (Fathul Bari 3/437)

Ringkasnya, tidak mungkin nilai uang untuk pembayaran zakat bisa ditetapkan. Tidak ada yang bisa dijadikan sebagai ukuran standar. Karena jenis bahan makanan yang ditetapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermacam-macam, padahal harganya berbeda-beda, sementara ukurannya sama, yaitu satu sha’. Benarlah apa yang dikatakan Ibnul Qosim Al Maliki: “Masing-masing penduduk negeri mengeluarkan zakatnya menggunakan bahan makanan yang umumnya digunakan. Kurma adalah bahan makanan penduduk madinah, penduduk Mesir tidak mengeluarkan zakat kecuali bur (gandum), sampai harga bur mahal kemudian bahan makanan yang umum mereka pakai menjadi sya’ir (gandum kasar), dan boleh (untuk dijadikan zakat) bagi mereka.” (Dinukil oleh Ibnu Batthal dalam Syarh Shahih Al Bukhari, yang diambil dari kitab Al Mudawwanah)

Oleh karena itu, setelah dipahami pembayaran zakat fitri hanya dengan bahan makanan, maka kita tidak boleh menggantinya dengan mata uang selama bahan makanan masih ada. Karena terdapat kaidah dalam ilmu fiqh:
“Tidak boleh berpindah kepada ‘pengganti’ kecuali jika yang  ‘asli’ tidak ada.”
Yang “asli” adalah bahan makanan (beras), sedangkan “pengganti” segala sesuatu selain beras.
(Sumber:http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/mengeluarkan-zakat-fitri-dengan-uang.html)

Nah, itu yang bisa tohitem berikan mengenai boleh tidaknya mengeluarkan zakat fitrah menggunakan uang yang semoga menjadi bahan pertimbangan kita dalam mengelurakan zakat agar puasa kita menjadi sempurna. Semoga bermanfaat…

Baca juga:
Tips Bercinta di Bulan Suci: Berhubungan Intim di Bulan Puasa? Kenapa Mesti Takut?

Tidak ada komentar: